Kamis, 08 Desember 2011

Tegaknya Aqidah Islam di Masyarakat

Inilah aqidah yang tegak di atasnya masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan.

Ia juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan-keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri. Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.

Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu.

Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.

Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat. Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)

Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.

Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu. Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar.

Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang. Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.

Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan.

Kamis, 01 Desember 2011

Keistimewaan Ibadah dalam Islam


Ibadah adalah segala amalan-amalan lahir maupun bathin yang diridhoi Allah subhanahu wa ta ‘ala (sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah).

Dasar-dasar ibadah dalam Islam, adalah  :

1.      Dibangun atas dasar cinta dan rindu kepada Allah SWT [21:90]

“…sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (QS.Al-Anbiya/21:90)

2.      Dibangun atas dasar kesiapan nalar dan qona’ah [51:20-22]

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? Dan di langit terdapat (sebab-sebab rezekimu) dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu (QS.Adz-Dzariat/51:20-22).


3.      Atas dasar keseimbangan timbal balik [4:40]

“Dan sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarroh, dan jika ada kebajikan sebesar zarroh niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar” (QS.An-Nisa/4:40)

Shalat lima waktu diumpamakan sebagai stasiun pengingat, gudang pengisian energi rukhani agar kelanjutan perjalanan tetap terjaga sesuai dengan koridor Islam.

4.      Melibatkan seluruh unsur dalam diri manusia [22:78]

yang melibatkan seluruh potensi dalam diri manusia baik aspek rukhani, akal, perasaan, hati nurani dan fisik sekaligus. Dan kesemuanya berjalan seimbang.

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…”(QS.Al-Hajj/22:78)

5.      Merupakan lentera pengawas manusia yang berfungsi sebagai :

a.  pengawas yang selalu mengingatkan hati nurani agar tetap berada di jalan yang diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala.
b.  mesin pendorong yang kuat untuk menggunakan segala potensinya dalam rangka kemaslahatan umat manusia baik dalam bidang politik dan kemasyarakatan, ekonomi dan keuangan, manajemen dan pemerintahan dll.

Wallaahu a’lam bishshawab

Minggu, 27 November 2011

Muharram Tiba...Ayo Tingkatkan Kepedulian

1 Muharram 1433 Hijriyah. Rasanya hampir semua orang sudah memahami dan mengenalnya, apalagi bagi seorang muslim. Sejarah demi sejarah telah dilalui bagi sebuah bangsa maupun umatnya, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan tidak mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui. Padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu suatu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan pedoman bagi kehidupan berikutnya. Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman Nya :
“Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Yusuf: 111)
Begitu juga halnya bagi nabi Muhammad SAW, sebagai sosok pendobrak kebatilan sekaligus pembawa perubahan umat, banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan. Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW adalah peristiwa hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah.

Perjalanan yang amat berat, penuh perjuangan dan tantangan. Beliau berkata ketika hendak meninggalkan kota Mekkah, “Aku cinta kepadamu hai Kota Mekkah, tempat aku dilahirkan. Namun apalah hendak dikata, aku diusir oleh penduduk negerimu sendiri”. Perpindahan yang sengaja dilakukan secara sembunyi-sembunyi, agar terhindar dari kejaran pasukan multinasional Quraisy, dan terpaksa bermalam di Gua Tsur. Rasulullah saat itu pun sempat berkata, “Laa takhaf wa laa tahzan innallaha ma’ana” (jangan takut dan jangan bersedih hati, sesungguhnya Allah berserta kita).

Dari kisah yang tragis dan mengandung makna mendalam tersebutlah, maka ditetapkan Muharram sebagai bulan pertama tahun penanggalan Islam oleh khalifah Umar ibnu Al Khattab atas saran dari menantu Rasulullah SAW, Imam Ali bin Abi Thalib. Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharram), di dalamnya dilarang melakukan peperangan dan tindak kekerasan lainnya.

Menjadi Lebih Baikdan Lebih Peduli
Hijrah, dalam kamus-kamus bahasa Arab, yang berawal pada huruf ha-ja-ra, yang berarti pisah/pindah. Berarti beranjak dari satu tempat ke tempat lain, sehingga dikatakan sebagai hijrah dalam pengertian lahir. Sedangkan hijrah yang batin (dan maknawi) adalah adanya perubahan sikap dan perilaku (takhali, tahali dan tadzali).

Takhali adalah mengosongkan atau pengosongan, membuang sikap dan perilaku yang lalu, kemudian tahali yang artinya mengganti dengan sikap yang baru (yang bernilai lebih baik, tinggi, dan mulia, dst), dan tadzali merasakan nikmatnya (akibat), sebagai misal, berkat pemurah kita dilindungi orang, berkat suka menolong kita banyak memiliki teman dan beberapa kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada kita.
Islam juga mengajarkan, bahwa hari-hari yang dilalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setiap Muslim dituntut untuk selalu berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari hari ke hari, begitu seterusnya.

Dalam beberapa firman Allah SWT, hijrah dapat dikategorikan, antara lain, hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifestasi iman sejati) dan hijrah sebagai ujian dan cobaan, karena setiap manusia yang hidup pasti akan mendapatkan suatu ujian, terutama bagi orang yang beriman. Setinggi apa derajat keimanan seseorang maka setinggi itu pula ujian, cobaan, dan fitnah yang akan dihadapi.

Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah (16 : 110). (3) Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad (Al-Baqarah : 218), (Al-Anfal : 72, 74).

Momentum Introspeksi
Seyogyanyalah setiap muslim, menjadikan momentum Tahun Baru Hijrah untuk melakukan muhasabah (koreksi/instrospeksi/perenungan) atau mengisinya dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam sehingga menjadi lebih bermakna. Sebagaimana para ulama memahami bahwa Hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakat yang lebih baik.

Jika kita kaitkan makna hijrah dengan konteks kekinian khususnya Indonesia, apa yang dilakukan Rasul yakni hijrah dari Mekkah ke Madinah mungkin tidak bisa dan mungkin tidak perlu kita lakukan, tetapi jelas hijrah mengandung hikmah yang luar biasa. Beberapa ulama menjelaskan bahwa makna hijrah adalah meninggalkan negeri/daerah (syirik) menuju negeri tauhid, meninggalkan kondisi bid’ah menuju kondisi sunnah, serta hijrah (meninggalkan) kondisi yang penuh maksiat menuju kondisi yang sedikit maksiat atau terwujudnya amalan yang baik sama sekali.

Setidaknya hijrah yang dilakukan berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu mulailah dengan berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, tetangga, lingkungan dan masyarakat sekitar, hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah secara utuh dan keseluruhan.
Sehingga, benarlah pendapat yang mengatakan bahwa hijrah adalah momentum perjalanan menuju tegaknya nilai-nilai Islam yang membentuk tatanan masyarakat yang baru, yakni masyarakat Islam.
Sesuai firman Allah : “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa : 100)

Dan mudah-mudahan tetap terwujudnya keberadaan manusia yang terbaik, sebagaimana Allah katakan dalam firman Nya :Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran : 103). Untuk itu, mulailah melakukan perubahan diri, siapapun kita, dan apapun profesi kita, sejak hari ini dan dari hal apapun.

Sembari melafazkan do’a untuk menyambut awal tahun hijriah. Artinya: dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kepada Allah SWT kami berselawat, ke atas junjungan kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Ya Allah Wahai Tuhan Kami, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. Yang awal dan atas kelebihan-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang berlimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dari-Mu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan para pembantunya dan dari bala tentaranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepada-Mu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia.(Irwan Prayitno).

Jumat, 25 November 2011

Dunia Fana...

Siapa yang berani membanggakan hidupnya?
bangga akan uangkah…
bangga akan harta benda
bangga akan status
bangga akan kecantikan dan kemolekannya
dan bangga akan hal duniawi lainnya..
silahkanlah berbangga hati…
karena ngengat dan karat akan memusnahkan semua kebanggaan itu,
hidup di dunia hanyalah mampir,
mampir makan,
mampir minum,
mampir beristirahat…
dan hanya dalam hitungan tahun,
jarang bukan ada manusia modern ini sekarang ini yang bisa bertahan hidup hingga dua abad…
karena setelah itu semakin rentalah badan fisik kita ini
dan hancurlah badan kita yang rapuh ini..
maka ingatlah akan ada hidup sesudah mati
kehidupan kekal di alam sana…
ingatlah selalu kita Akan sang PenCIPTA…(Ais Z, diambil dari Kompasiana)

Pelatihan Memandikan Jenazah

Beberapa bulan yang lalu, PKPU melakkan pelatihan memandikan jenazah yang bertempat di Masjid Al Ikhlash Kp banjir kanal RT 008 RW 01 Grogol Jakarta Barat, PKPU melaksanakan program Latahzan dalam bentuk pelatihan memandikan jenazah. Program ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian PKPU terhadap persoalan di tengah masyarakat, salah satunya adalah kurangnya jumlah anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam memandikan jenazah di suatu wilayah.

Sehingga ketika ada yang meninggal di wilayah tersebut warga masyarakat kesulitan untuk mengurusnya karena yang memandikan tak ada di wilayah mereka sehingga harus mencari di wilayah lain. Hal ini cukup menyita waktu, sehingga jenazah tidak terurus secepatnya, dengan pelatihan ini diharap dapat menyelesaikan persoalan itu.

Acara pelatihan memandikan jenazah dihadiri tokoh masyarakat Kelurahan Grogol serta ketua RW 01 Kp banjir kanal Grogol Jakarta Barat.  Dalam sambutannya, ketua RW 01 Kp banjir kanal mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada PKPU serta relawan yang terlibat

Beliau berharap setelah mereka dilatih dapat melanjutkan program ini dengan mengajarkan warga yang lain dilingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Bila perlu di masing-masing rukun tetangga ada tim memandikan jenazah baik laki-laki maupun perempuan.

Pelatihan dilanjutkan dengan ceramah dan praktek memandikan dan mengkafani jenazah yang disampaikan ustadz Ade Hartono yang sejak 1994 telah mempelajari dan melakukan memandikan jenazah. Ustadz Ade Hartono tinggal di wilayah Jatisari, Jatiasih Kota Bekasi, dan masyarakat sekitar telah mengenalnya karena memiliki pengalaman cukup banyak dalam memandikan jenazah. Kegiatan seperti ini sangat perlu FKMGCC lakukan agar para pengurus FKMGCC tidak canggung lagi dalam melaksanakan proses penanganan jenazah dan yang juga penting adalah proses edukasi masyarkaat harus dilakukan dengan baik khususnya yang berkaitan dengan penanganan jenazah. (Ais Z dari PKPU).

Rabu, 23 November 2011

Mempersiapkan Kematian


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (ali Imran: 185.)

Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan bagi setiap yang berjiwa. Allah mentakdirkannya sebagai sarana perpindahan ke alam barzah, dan untuk seterusnya ke alam akhirat.

Dari sisi ini, membicarakan tentang kematian, sebenarnya membicarakan tentang hal lumrah yang pasti akan terjadi. Tapi, masalahnya tidak sesederhana itu. Karena kematian juga memiliki akibat-akibat yang mengiringinya sebagai konsekwensi berpisahnya ruh dari jasad manusia.

Akibat-akibat yang secara umum tidak diharapkan manusia, karena melahirkan sejumlah ketakutan. Sehingga pembicaraan tentang kematian seringkali dihindari manusia.


Mengapa Takut Mati
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan. Sehingga, ketakutan manusia akan sesuatu ditentukan oleh ilmu yang dia miliki. Apa yang menurutnya akan merugikan, menghancurkan, membahayakan dan menyakitkan, tentunya akan membuatnya takut jika menimpanya.

Sebaliknya, apa yang diketahuinya tidak akan memberinya bahaya apa-apa, tentu tidak membuatnya takut. Apalagi hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan, kesenangan, atau manfaat baginya.

Pun demikian halnya dengan kematian. Dia tetap akan melahirkan rasa takut, baik bagi hamba yang beriman maupun hamba yang ingkar, meski dengan perbedaan alasan, menurut kadar ilmu masing-masing. Karena ada kesakitan, kehancuran, kerugian dan bahaya yang mengiringinya.

Bagi hamba yang beriman, kematian adalah hakim yang akan menguak rahasia amal ibadahnya secara nyata di akhirat nanti.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175, "Dan takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar orang yang beriman". Dia takut kalau ternyata bekal yang dipersiapkan selama hidupnya tidak mencukupi untuk menghadap Allah. Amalnya kurang, taubatnya tidak sempurna, sedang dosa-dosanya membuih selautan. Kecuali hamba yang dirahmati Allah.

Seperti al A’mas saat berkata kepada anak-anaknya yang menangisinya menjelang ajal, "Janganlah kalian menangisi aku! Sebab demi Allah, aku tidak pernah tertinggal takbiratul ihram bersama imam selama 60 tahun."

Pemutus Kenikmatan
Namun, bagi manusia yang ingkar, kematian tentulah sangat menakutkan karena ia merupakan puncak kehancuran hidup dengan segala mimpi-mimpi indah di dalamnya. Dialah pemutus segala kenikmatan hidup yang telah susah payah dikejarnya.

Inilah yang membuatnya menolak datangnya kematian sekuat tenaga. Karenanya dia ingin menghindar, sebab cintanya pada dunia yang sangat besar dan penolakannya terhadap akhirat, membuatnya tidak mau berpisah dengan kelezatan yang telah dirasakannya. Dia lupa bahwa semakin dia berusaha menolak, semakin ketakutan itu akan menyiksanya.

Tidak Menakutkan
Sebenarnya, rasa takut yang ada pada diri kita mempunyai dampak positif yang luar biasa, selama bisa dikelola dengan baik. Sebab, rasa ini akan mendorong kita untuk menjaga diri dari berbagai hal yang akan merugikan, sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah antisipatif yang diperlukan. Dan pada gilirannya hal yang menakutkan itu datang, kita telah siap menghadapinya.

Melakukan Persiapan
Maka, cara membuat kematian menjadi tidak menakutkan bagi kita, tentulah dengan meyakinkan diri, bahwa kita telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Persiapan-persiapan inilah yang akan mencerahkan jiwa serta memberikan perasaan aman, sebab kita telah ‘berbuat’ sesuatu.

Di antara hal-hal yang bisa kita kerjakan adalah mengingat dan menyadari bahwa kematian pasti akan kita hadapi, sedang kita tidak tahu kapan waktunya. Bisa 20 tahun atau 10 tahun lagi, tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok pagi atau malah hari ini!

Kewaspadaan bahwa inilah kesempatan terakhir yang ada, akan membuat kita menjadi aktif berbuat amal shalih tanpa menunda-nunda lagi. Kalaulah betul kematian kita masih lama datangnya, tentulah bukan hal yang salah jika kita mempersiapkan bekal lebih banyak dari sekarang.

Inti dari cara mendapatkan kesadaran ini adalah dengan senantiasa mengingat kematian. Bisa dengan ziarah kubur sebagaimana disabdakan baginda Rasulullah seraya menangis saat berziarah ke kubur ibunda beliau, "Ziarahilah kubur, sebab ia akan mengingatkan kalian pada kematian." HR. Muslim.

Dengannya hati akan bergetar, air mata akan meleleh, mengingat akhirat. Kita menjadi ingat bahwa kematian adalah penghancur kelezatan dunia, yang karenanya Rasulullah memerintahkan kita agar memperbanyak mengingat mati.

Bisa juga dengan bergaul bersama hamba-hamba yang shalih. Mengambil manfaat dari ilmu, amal dan bashirah yang mereka miliki. Kita bisa datang mengunjungi mereka, mendengarkan petuah dan nasihat mereka, menghadiri majelis-majelis keilmuan mereka, atau mendoakan mereka.

Bisa juga dengan datang dan menghadiri orang-orang yang sedang sakaratul maut. Apalagi mereka yang su’ul khatimah, padahal mereka adalah manusia-manusia ‘kuat’ di masa lalu. Insya Allah akan memberikan dampak positif yang besar bagi jiwa kita. Kecuali hati kita telah benar-benar mati.

Jangan Tinggalkan al Qur’an
Membaca seraya merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an, harus pula kita lakukan. Harus ada waktu khusus yang kita sediakan. Kadang, waktu untuk membaca bacaan-bacaan yang lain malah lebih menyita waktu kita.

Membaca dan menghayati isi Al Qur’an, pasti akan memberi ‘sesuatu’ yang lain, sebab bagaimanapun ia adalah firman Allah. Seperti pernyataan seorang shalih, "Aku membaca berbagai nasihat dan pelajaran, namun aku tidak menemukan sebagaimana tadabbur al Qur’an."

Rasulullah juga telah bersabda,
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)


Panjang Angan-angan
Pernah Rasulullah ditanya seorang shahabat yang ingin masuk jannah. Beliau menjawab, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal ada di depan mata kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!" (HR. Ibnu Abid Dunya). Hal ini bukan berarti tidak boleh memiliki cita-cita tinggi dan besar. Hanyasaja, semua itu harus disertai keyakinan akan datangnya kematian yang tiba-tiba. Agar proses pencapaiannya dilalui lewat tahapan yang bertanggung jawab.

Angan-angan panjang disertai cinta dunia dan kebodohan, hanya akan membuat kita lupa akhirat. Mengira masih ada waktu, sedang yang kita punya mungkin lebih pendek dari itu. Kita ­semoga­ bukanlah seperti al Mu’tashim yang pernah berkata, "Demi Allah, andai aku tahu akan mati hari ini, niscaya aku tidak akan melakukan maksiyat."

Tapi jangan pula menjadi pemberani tanpa ilmu, berani mati konyol untuk alasan-alasan yang remeh temeh dan sepele, seperti banyak kita lihat di sekitar kita saat ini. Kebodohanlah yang membuat mereka senekat itu. Sedang Rasulullah menjelaskan andai kita tahu apa yang beliau ketahui, niscaya kita akan sedikit tertawa, banyak menangis dan tunduk kepada-Nya.

Menyiapkan Bekal
Yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan bekal dengan memperbanyak mengerjakan amal ibadah, menyegerakan taubat dan tidak meremehkan dosa-dosa kecil. Dalam hal ini kita harus menyeimbangkan antara khauf (rasa takut) dan raja’ (mengharap), agar memperoleh paduan khauf dan raja’ yang proposional dan rasional. Khauf yang menjadi energi untuk menghindarkan diri dari kerugian abadi di akhirat kelak.

Tidak berat sebelah sehingga merugikan. Ketiadaan khauf menyebabkan kita meremehkan persiapan menghadapi kematian, sedang bila berlebihan, malah membuat putus asa. Pun demikian halnya dengan raja’. Bila berlebihan justeru membuat kita lalai dari kewajiban.

Akhirnya
Kematian adalah realitas. Sia-sia jika kita ingin menolaknya, sebab kita ‘dipaksa’ mengalaminya. Dengannya mahligai dunia kita akan hancur, kelezatannya sirna dan semua perolehan tanpa iman akan terlecehkan. Tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan diri dengan segera. Wallahu A’lam.(disalin oleh: Ais Z).

Rabu, 31 Agustus 2011

Cara Memperlakukan Jenazah Menurut Islam

Ketika seseorang telah menghembuskan napasnya yang terakhir maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang-orang yang hadir pada saat itu :
1.  Memejamkan kedua mata mayit (jika masih terbuka) dan mendoakan kebaikan baginya
Dasarnya ialah hadits Ummu Salamah, tatkala Abu Salamah wafat maka Rasulullah pun memejamkan kedua matanya yang saat itu masih terbuka. Beliau juga mendoakannya dengan doa “Ya Alloh, berilah ampunan bagi Abu Salamah, angkatlah derajatnya ke dalam orang-orang yang diberi petunjuk, jadikanlah orang yang ia tinggalkan dari kalangan keluarganya dan anak keturunannya pemimpin yang sholih dalam agama dan dunia mereka, ampunilah kami dan dia ya Robbal’alamin, lapangkanlah dan terangilah kuburannya”  (HR muslim dan Abu Daud)
2. Menutup semua anggota badannya (kecuali jenajah orang yang ihram, kepalanya tidak ditutup) dengan kain atau yang semisalnya
Aisyah mengatakan : “Bahwasanya ketika Rasulullah wafat beliau pun diselimuti dengan burdah habirah (kain yang bergaris-garis)”. (HR Bukhari dan Muslim)
3. Bersegera dalam mengurusinya
4. Bersegera melunasi hutang mayit walau harus menghabiskan semua hartanya
5. Memenuhi wasiatnya
Orang yang diwasiati oleh si mayit semasa hidupnya, hendaknya menunaikan wasiat yang telah diamanahkan itu, selama wasiat tersebut tidak menyelisihi syariat. Dalam masalah harta, wasiat yang diperbolehkan tidak melebihi sepertiga dari harta yang ia miliki.

Apa Saja Yang Boleh Dilakukan Terhadap Mayit
Dibolehkan bagi para pelayat untuk membuka tutup muka mayit dan menciumnya (wajah)-nya, sebagaimana hadits yang dibawakan oleh Aisyah, ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW mendatangi jenazah Utsman bin Madz’un maka beliau menyingkap tutup muka Ibnu Madz’un dan beliau merebahkan badan lalu mencium wajahnya, beliau menangis hingga aku melihat air mata menetes pada kedua belah pipi beliau.” (Shahih, HR Ibnu Majah 1456, Abu Daud 3163 dan Tirmidzi 994).
Demikian pula dibolehkan menangis (bukan tangisan histeris yang terlarang dalam syariat) sebagaimana yang terjadi pada Rasulullah ketika putranya (Ibrahim) tercinta meninggal dunia (HR Bukhari)

Proses Memandikan Jenazah
Perkara-perkara yang harus diperhatikan ketika akan memandikan jenazah (sifat dan cara memandikan mayit) :
1.         Hendaknya orang yang akan memandikan mayit adalah orang yang amanah dan dapat dipercaya, yang tidak akan membuka dan menyebarkan aib-aib yang ia jumpai pada mayit. Dan hendaknya ia adalah orang yang memiliki ilmu dan pengalaman dalam memandikan mayit.
2.         Melepas pakaian mayit dan menutup auratnya
3.         Wajib yang akan memandikan mayit adalah orang yang sejenis, mayit wanita tidak dimandikan kecuali oleh para wanita dan mayit laki-laki tidaklah dimandikan kecuali oleh para laki-laki. Kecuali, suami istri dan budak (wanita) terhadap tuannya.
4.         Dibolehkan suami memandikan istrinya, demikian pula sebaliknya (Shahih HR. Ahmad)
5.         Jika mayit wanita dan rambutnya masih terpintal, maka dilepas terlebih dahulu (HR. Bukhari)
6.         Diharamkan mencukur rambut kepala dan bulu kemaluan karena akan memegang aurat si mayit dan tidak pula kumis, dikhitan atau memotong kukunya karena jasad mayit adalah dihormati maka tidak boleh diganggu. Dan tidak lah benar dari Rasulullah SAW dan para sahabat tentang perbuatan diatas.
7.         Memperlakukan mayit dengan lemah lembut (HR Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
8.         Menaruh daun bidara pada air ketika awal-awal pemandian (HR Bukhori dan Muslim)
9.         Hendaknya dimulai dari bagian kanan dan anggota wudhu, setelah didahului niat dan membaca basmalah (HR Bukhori dan Muslim)
10.      Membersihkan kepala secara baik dengan air dan daun bidara atau sabun dan yang semisalnya hingga mengenai dasar tempat tumbuhnya rambut serta menyisirnya dengan lemah lembut.
11.      Membersihkan bagian kanan badan, demikian pula pada bagian kiri
12.      Membolak balik sisi samping agar mudah membersihkan bagian tengkuk, punggung, dan bagian-bagian yang dianggap perlu untuk dibersihkan.
13.      Menyisir dan mengepang rambutnya menjadi tiga kepangan (jika mayit wanita) (HR Bukhori)
14.      Mengulang-ulang pembersihan dan penyiraman jika dianggap perlu, dan disunnahkan ganjil (HR Bukhori dan Muslim)
15.      Menambahkan kafur atau minyak wangi atau semisalnya pada siraman akhir
16.      Hendaknya tidak memegang kemaluan mayit kecuali jika kondisi mendesak
17.      Jika tidak ada air atau takut kalau dimandikan malah merusak tubuhnya (seperti mayit yang terbakar atau semisalnya) maka diganti dengan tayamum, sebab keadaan mendesak. (Ais Z).

Sabtu, 20 Agustus 2011

Mari Mengingat Kematian...


Adakah orang yang menyangkal kematian dan sakaratul maut? Adakah orang yang menyangkal kubur dan azabnya? Adakah orang yang sanggup menunda kematiannya dari waktu yang telah ditentukan? Mengapa manusia takabur padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui batas padahal di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa berandai-andai, padahal kita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba?
 
“Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19)

Amatlah salah apabila seorang yang mengira bahwa kematian itu hanya ke-fana-an semata dan ketidak-adaan secara total yang tidak ada kehidupan, perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka padanya!! Sebab andaikata demikian, tentulah tidak ada hikmah dari penciptaan dan wujud kita. Tentulah manusia semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat lega; mukmin dan kafir sama, pembunuh dan terbunuh sama, si penzhalim dan yang terzhalimi sama, pelaku keta’atan dan maksiat sama, penzina dan si rajin shalat sama, pelaku perbuatan keji dan ahli takwa sama.

Pandangan tersebut hanyalah bersumber dari pemahaman kaum atheis yang mereka itu lebih buruk dari binatang sekali pun. Yang mengatakan seperti ini hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari dirinya sebagai orang yang bodoh dan ‘gila.’ (Baca: QS: At-Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79)
Kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, kemudian ruh berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan seluruh lembaran amal ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat.” (HR: At-Turmu-dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-Hakim dan Ibn Hibban)

Kematian Merupakan Musibah Paling Besar!!
Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’atan didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)

Ingatlah Penghancur Segala Kenikmatan!!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar banyak mengingat kematian. Beliau bersabda, yang artinya: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan amat mendalam penyampaian wejangannya. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkannya.

Namun jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”

Siapa Orang Yang Paling Cerdik?
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)

Faedah Mengingat Kematian

Di antara faedah mengingat kematian adalah:
  • Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.
  • Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.
  • Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit.
  • Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’at.
  • Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia.
  • Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi.
  • Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu.
  • Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu.
  • Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak sombong, dan berlaku zhalim.
  • Mendorong sikap toleransi, me-ma’afkan teman dan menerima alasan orang lain.
    (Ais Z).

Jumat, 19 Agustus 2011

Kewajiban Muslim kepada Allah


  1. Mengerjakan rukun Islam yang lima
  2. Menerima ketentuan Allah dengan ridho, baik ketentuan yang brsifat kauni/qodho dan qodhar (2:156) atau ketentuan hokum-hukum/undang-undang (4:65)
  3. Ikhlas (98:5/39:2-3)
  4. Sabar (3:200)
  5. Selalu merasakan kehadiran Allah dalam kehidupannya (2:235/33:52/50:18)
  6. Mencintai Allah dan rosulNya (9:24)
  7. Wara’
  8. Mengharapkan rakhmatNya (2:218)
  9. Tawakkal (14:12)
  10. Meyakini pertolongan Allah (26:62)
  11. Selalu menyertakan niat jihad dalam setiap aktivitas (sabda rosul)
  12. Selalu memperbarui taubat dan istighfar (3:185)
  13. Mempersiapkan diri untuk hari akhirat dan selalu mengingat mati (3:185)
  14. Selalu mengintrospeksi diri (Ais Z).