Minggu, 27 November 2011

Muharram Tiba...Ayo Tingkatkan Kepedulian

1 Muharram 1433 Hijriyah. Rasanya hampir semua orang sudah memahami dan mengenalnya, apalagi bagi seorang muslim. Sejarah demi sejarah telah dilalui bagi sebuah bangsa maupun umatnya, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan tidak mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui. Padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu suatu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan pedoman bagi kehidupan berikutnya. Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman Nya :
“Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Yusuf: 111)
Begitu juga halnya bagi nabi Muhammad SAW, sebagai sosok pendobrak kebatilan sekaligus pembawa perubahan umat, banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan. Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW adalah peristiwa hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah.

Perjalanan yang amat berat, penuh perjuangan dan tantangan. Beliau berkata ketika hendak meninggalkan kota Mekkah, “Aku cinta kepadamu hai Kota Mekkah, tempat aku dilahirkan. Namun apalah hendak dikata, aku diusir oleh penduduk negerimu sendiri”. Perpindahan yang sengaja dilakukan secara sembunyi-sembunyi, agar terhindar dari kejaran pasukan multinasional Quraisy, dan terpaksa bermalam di Gua Tsur. Rasulullah saat itu pun sempat berkata, “Laa takhaf wa laa tahzan innallaha ma’ana” (jangan takut dan jangan bersedih hati, sesungguhnya Allah berserta kita).

Dari kisah yang tragis dan mengandung makna mendalam tersebutlah, maka ditetapkan Muharram sebagai bulan pertama tahun penanggalan Islam oleh khalifah Umar ibnu Al Khattab atas saran dari menantu Rasulullah SAW, Imam Ali bin Abi Thalib. Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharram), di dalamnya dilarang melakukan peperangan dan tindak kekerasan lainnya.

Menjadi Lebih Baikdan Lebih Peduli
Hijrah, dalam kamus-kamus bahasa Arab, yang berawal pada huruf ha-ja-ra, yang berarti pisah/pindah. Berarti beranjak dari satu tempat ke tempat lain, sehingga dikatakan sebagai hijrah dalam pengertian lahir. Sedangkan hijrah yang batin (dan maknawi) adalah adanya perubahan sikap dan perilaku (takhali, tahali dan tadzali).

Takhali adalah mengosongkan atau pengosongan, membuang sikap dan perilaku yang lalu, kemudian tahali yang artinya mengganti dengan sikap yang baru (yang bernilai lebih baik, tinggi, dan mulia, dst), dan tadzali merasakan nikmatnya (akibat), sebagai misal, berkat pemurah kita dilindungi orang, berkat suka menolong kita banyak memiliki teman dan beberapa kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada kita.
Islam juga mengajarkan, bahwa hari-hari yang dilalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setiap Muslim dituntut untuk selalu berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari hari ke hari, begitu seterusnya.

Dalam beberapa firman Allah SWT, hijrah dapat dikategorikan, antara lain, hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifestasi iman sejati) dan hijrah sebagai ujian dan cobaan, karena setiap manusia yang hidup pasti akan mendapatkan suatu ujian, terutama bagi orang yang beriman. Setinggi apa derajat keimanan seseorang maka setinggi itu pula ujian, cobaan, dan fitnah yang akan dihadapi.

Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah (16 : 110). (3) Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad (Al-Baqarah : 218), (Al-Anfal : 72, 74).

Momentum Introspeksi
Seyogyanyalah setiap muslim, menjadikan momentum Tahun Baru Hijrah untuk melakukan muhasabah (koreksi/instrospeksi/perenungan) atau mengisinya dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam sehingga menjadi lebih bermakna. Sebagaimana para ulama memahami bahwa Hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakat yang lebih baik.

Jika kita kaitkan makna hijrah dengan konteks kekinian khususnya Indonesia, apa yang dilakukan Rasul yakni hijrah dari Mekkah ke Madinah mungkin tidak bisa dan mungkin tidak perlu kita lakukan, tetapi jelas hijrah mengandung hikmah yang luar biasa. Beberapa ulama menjelaskan bahwa makna hijrah adalah meninggalkan negeri/daerah (syirik) menuju negeri tauhid, meninggalkan kondisi bid’ah menuju kondisi sunnah, serta hijrah (meninggalkan) kondisi yang penuh maksiat menuju kondisi yang sedikit maksiat atau terwujudnya amalan yang baik sama sekali.

Setidaknya hijrah yang dilakukan berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu mulailah dengan berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, tetangga, lingkungan dan masyarakat sekitar, hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah secara utuh dan keseluruhan.
Sehingga, benarlah pendapat yang mengatakan bahwa hijrah adalah momentum perjalanan menuju tegaknya nilai-nilai Islam yang membentuk tatanan masyarakat yang baru, yakni masyarakat Islam.
Sesuai firman Allah : “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa : 100)

Dan mudah-mudahan tetap terwujudnya keberadaan manusia yang terbaik, sebagaimana Allah katakan dalam firman Nya :Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran : 103). Untuk itu, mulailah melakukan perubahan diri, siapapun kita, dan apapun profesi kita, sejak hari ini dan dari hal apapun.

Sembari melafazkan do’a untuk menyambut awal tahun hijriah. Artinya: dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kepada Allah SWT kami berselawat, ke atas junjungan kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Ya Allah Wahai Tuhan Kami, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. Yang awal dan atas kelebihan-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang berlimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dari-Mu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan para pembantunya dan dari bala tentaranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepada-Mu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia.(Irwan Prayitno).

Jumat, 25 November 2011

Dunia Fana...

Siapa yang berani membanggakan hidupnya?
bangga akan uangkah…
bangga akan harta benda
bangga akan status
bangga akan kecantikan dan kemolekannya
dan bangga akan hal duniawi lainnya..
silahkanlah berbangga hati…
karena ngengat dan karat akan memusnahkan semua kebanggaan itu,
hidup di dunia hanyalah mampir,
mampir makan,
mampir minum,
mampir beristirahat…
dan hanya dalam hitungan tahun,
jarang bukan ada manusia modern ini sekarang ini yang bisa bertahan hidup hingga dua abad…
karena setelah itu semakin rentalah badan fisik kita ini
dan hancurlah badan kita yang rapuh ini..
maka ingatlah akan ada hidup sesudah mati
kehidupan kekal di alam sana…
ingatlah selalu kita Akan sang PenCIPTA…(Ais Z, diambil dari Kompasiana)

Pelatihan Memandikan Jenazah

Beberapa bulan yang lalu, PKPU melakkan pelatihan memandikan jenazah yang bertempat di Masjid Al Ikhlash Kp banjir kanal RT 008 RW 01 Grogol Jakarta Barat, PKPU melaksanakan program Latahzan dalam bentuk pelatihan memandikan jenazah. Program ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian PKPU terhadap persoalan di tengah masyarakat, salah satunya adalah kurangnya jumlah anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam memandikan jenazah di suatu wilayah.

Sehingga ketika ada yang meninggal di wilayah tersebut warga masyarakat kesulitan untuk mengurusnya karena yang memandikan tak ada di wilayah mereka sehingga harus mencari di wilayah lain. Hal ini cukup menyita waktu, sehingga jenazah tidak terurus secepatnya, dengan pelatihan ini diharap dapat menyelesaikan persoalan itu.

Acara pelatihan memandikan jenazah dihadiri tokoh masyarakat Kelurahan Grogol serta ketua RW 01 Kp banjir kanal Grogol Jakarta Barat.  Dalam sambutannya, ketua RW 01 Kp banjir kanal mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada PKPU serta relawan yang terlibat

Beliau berharap setelah mereka dilatih dapat melanjutkan program ini dengan mengajarkan warga yang lain dilingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Bila perlu di masing-masing rukun tetangga ada tim memandikan jenazah baik laki-laki maupun perempuan.

Pelatihan dilanjutkan dengan ceramah dan praktek memandikan dan mengkafani jenazah yang disampaikan ustadz Ade Hartono yang sejak 1994 telah mempelajari dan melakukan memandikan jenazah. Ustadz Ade Hartono tinggal di wilayah Jatisari, Jatiasih Kota Bekasi, dan masyarakat sekitar telah mengenalnya karena memiliki pengalaman cukup banyak dalam memandikan jenazah. Kegiatan seperti ini sangat perlu FKMGCC lakukan agar para pengurus FKMGCC tidak canggung lagi dalam melaksanakan proses penanganan jenazah dan yang juga penting adalah proses edukasi masyarkaat harus dilakukan dengan baik khususnya yang berkaitan dengan penanganan jenazah. (Ais Z dari PKPU).

Rabu, 23 November 2011

Mempersiapkan Kematian


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (ali Imran: 185.)

Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan bagi setiap yang berjiwa. Allah mentakdirkannya sebagai sarana perpindahan ke alam barzah, dan untuk seterusnya ke alam akhirat.

Dari sisi ini, membicarakan tentang kematian, sebenarnya membicarakan tentang hal lumrah yang pasti akan terjadi. Tapi, masalahnya tidak sesederhana itu. Karena kematian juga memiliki akibat-akibat yang mengiringinya sebagai konsekwensi berpisahnya ruh dari jasad manusia.

Akibat-akibat yang secara umum tidak diharapkan manusia, karena melahirkan sejumlah ketakutan. Sehingga pembicaraan tentang kematian seringkali dihindari manusia.


Mengapa Takut Mati
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan. Sehingga, ketakutan manusia akan sesuatu ditentukan oleh ilmu yang dia miliki. Apa yang menurutnya akan merugikan, menghancurkan, membahayakan dan menyakitkan, tentunya akan membuatnya takut jika menimpanya.

Sebaliknya, apa yang diketahuinya tidak akan memberinya bahaya apa-apa, tentu tidak membuatnya takut. Apalagi hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan, kesenangan, atau manfaat baginya.

Pun demikian halnya dengan kematian. Dia tetap akan melahirkan rasa takut, baik bagi hamba yang beriman maupun hamba yang ingkar, meski dengan perbedaan alasan, menurut kadar ilmu masing-masing. Karena ada kesakitan, kehancuran, kerugian dan bahaya yang mengiringinya.

Bagi hamba yang beriman, kematian adalah hakim yang akan menguak rahasia amal ibadahnya secara nyata di akhirat nanti.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175, "Dan takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar orang yang beriman". Dia takut kalau ternyata bekal yang dipersiapkan selama hidupnya tidak mencukupi untuk menghadap Allah. Amalnya kurang, taubatnya tidak sempurna, sedang dosa-dosanya membuih selautan. Kecuali hamba yang dirahmati Allah.

Seperti al A’mas saat berkata kepada anak-anaknya yang menangisinya menjelang ajal, "Janganlah kalian menangisi aku! Sebab demi Allah, aku tidak pernah tertinggal takbiratul ihram bersama imam selama 60 tahun."

Pemutus Kenikmatan
Namun, bagi manusia yang ingkar, kematian tentulah sangat menakutkan karena ia merupakan puncak kehancuran hidup dengan segala mimpi-mimpi indah di dalamnya. Dialah pemutus segala kenikmatan hidup yang telah susah payah dikejarnya.

Inilah yang membuatnya menolak datangnya kematian sekuat tenaga. Karenanya dia ingin menghindar, sebab cintanya pada dunia yang sangat besar dan penolakannya terhadap akhirat, membuatnya tidak mau berpisah dengan kelezatan yang telah dirasakannya. Dia lupa bahwa semakin dia berusaha menolak, semakin ketakutan itu akan menyiksanya.

Tidak Menakutkan
Sebenarnya, rasa takut yang ada pada diri kita mempunyai dampak positif yang luar biasa, selama bisa dikelola dengan baik. Sebab, rasa ini akan mendorong kita untuk menjaga diri dari berbagai hal yang akan merugikan, sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah antisipatif yang diperlukan. Dan pada gilirannya hal yang menakutkan itu datang, kita telah siap menghadapinya.

Melakukan Persiapan
Maka, cara membuat kematian menjadi tidak menakutkan bagi kita, tentulah dengan meyakinkan diri, bahwa kita telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Persiapan-persiapan inilah yang akan mencerahkan jiwa serta memberikan perasaan aman, sebab kita telah ‘berbuat’ sesuatu.

Di antara hal-hal yang bisa kita kerjakan adalah mengingat dan menyadari bahwa kematian pasti akan kita hadapi, sedang kita tidak tahu kapan waktunya. Bisa 20 tahun atau 10 tahun lagi, tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok pagi atau malah hari ini!

Kewaspadaan bahwa inilah kesempatan terakhir yang ada, akan membuat kita menjadi aktif berbuat amal shalih tanpa menunda-nunda lagi. Kalaulah betul kematian kita masih lama datangnya, tentulah bukan hal yang salah jika kita mempersiapkan bekal lebih banyak dari sekarang.

Inti dari cara mendapatkan kesadaran ini adalah dengan senantiasa mengingat kematian. Bisa dengan ziarah kubur sebagaimana disabdakan baginda Rasulullah seraya menangis saat berziarah ke kubur ibunda beliau, "Ziarahilah kubur, sebab ia akan mengingatkan kalian pada kematian." HR. Muslim.

Dengannya hati akan bergetar, air mata akan meleleh, mengingat akhirat. Kita menjadi ingat bahwa kematian adalah penghancur kelezatan dunia, yang karenanya Rasulullah memerintahkan kita agar memperbanyak mengingat mati.

Bisa juga dengan bergaul bersama hamba-hamba yang shalih. Mengambil manfaat dari ilmu, amal dan bashirah yang mereka miliki. Kita bisa datang mengunjungi mereka, mendengarkan petuah dan nasihat mereka, menghadiri majelis-majelis keilmuan mereka, atau mendoakan mereka.

Bisa juga dengan datang dan menghadiri orang-orang yang sedang sakaratul maut. Apalagi mereka yang su’ul khatimah, padahal mereka adalah manusia-manusia ‘kuat’ di masa lalu. Insya Allah akan memberikan dampak positif yang besar bagi jiwa kita. Kecuali hati kita telah benar-benar mati.

Jangan Tinggalkan al Qur’an
Membaca seraya merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an, harus pula kita lakukan. Harus ada waktu khusus yang kita sediakan. Kadang, waktu untuk membaca bacaan-bacaan yang lain malah lebih menyita waktu kita.

Membaca dan menghayati isi Al Qur’an, pasti akan memberi ‘sesuatu’ yang lain, sebab bagaimanapun ia adalah firman Allah. Seperti pernyataan seorang shalih, "Aku membaca berbagai nasihat dan pelajaran, namun aku tidak menemukan sebagaimana tadabbur al Qur’an."

Rasulullah juga telah bersabda,
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)


Panjang Angan-angan
Pernah Rasulullah ditanya seorang shahabat yang ingin masuk jannah. Beliau menjawab, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal ada di depan mata kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!" (HR. Ibnu Abid Dunya). Hal ini bukan berarti tidak boleh memiliki cita-cita tinggi dan besar. Hanyasaja, semua itu harus disertai keyakinan akan datangnya kematian yang tiba-tiba. Agar proses pencapaiannya dilalui lewat tahapan yang bertanggung jawab.

Angan-angan panjang disertai cinta dunia dan kebodohan, hanya akan membuat kita lupa akhirat. Mengira masih ada waktu, sedang yang kita punya mungkin lebih pendek dari itu. Kita ­semoga­ bukanlah seperti al Mu’tashim yang pernah berkata, "Demi Allah, andai aku tahu akan mati hari ini, niscaya aku tidak akan melakukan maksiyat."

Tapi jangan pula menjadi pemberani tanpa ilmu, berani mati konyol untuk alasan-alasan yang remeh temeh dan sepele, seperti banyak kita lihat di sekitar kita saat ini. Kebodohanlah yang membuat mereka senekat itu. Sedang Rasulullah menjelaskan andai kita tahu apa yang beliau ketahui, niscaya kita akan sedikit tertawa, banyak menangis dan tunduk kepada-Nya.

Menyiapkan Bekal
Yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan bekal dengan memperbanyak mengerjakan amal ibadah, menyegerakan taubat dan tidak meremehkan dosa-dosa kecil. Dalam hal ini kita harus menyeimbangkan antara khauf (rasa takut) dan raja’ (mengharap), agar memperoleh paduan khauf dan raja’ yang proposional dan rasional. Khauf yang menjadi energi untuk menghindarkan diri dari kerugian abadi di akhirat kelak.

Tidak berat sebelah sehingga merugikan. Ketiadaan khauf menyebabkan kita meremehkan persiapan menghadapi kematian, sedang bila berlebihan, malah membuat putus asa. Pun demikian halnya dengan raja’. Bila berlebihan justeru membuat kita lalai dari kewajiban.

Akhirnya
Kematian adalah realitas. Sia-sia jika kita ingin menolaknya, sebab kita ‘dipaksa’ mengalaminya. Dengannya mahligai dunia kita akan hancur, kelezatannya sirna dan semua perolehan tanpa iman akan terlecehkan. Tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan diri dengan segera. Wallahu A’lam.(disalin oleh: Ais Z).